1.
Hukum Perdata Yang Berlaku Di
Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di
daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum
publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common
law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis
yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada
waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang
berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata)
dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda
(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih
dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis
(1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum
Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya
Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan
oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli
1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari
Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa
nasional Belanda.
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda
atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian
materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI,
misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30
April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan
berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang
Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
Buku 2 tentang Benda
Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en
Bewijs
2.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
SEJARAH HUKUM PERDATA
1. HUKUM PERDATA BELANDA
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis
(Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus
Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan
suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang
bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu
Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di
negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari
Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda.
Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu
pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas
konkordansi).
Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum
Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal
100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan
rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut
ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha
pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia
[pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan
Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat
nasional, yang diberi nama :
1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat
dengan KUHPdt.
2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam perkuliahan, kitab ini akan
disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6
Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830
terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga
kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun
BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan
bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis.
Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan
yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
2. HUKUM PERDATA INDONESIA
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka
KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia
Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya
serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah
panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang
dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia
dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia,
pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah
Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk
turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak
berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya
sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud
Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di
angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer
masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya
dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem
lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes.
Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka
KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda
dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku
Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia
sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya
berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda
atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.
Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia
sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok
Agraria No.5 Tahun 1960.
3. B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS
B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi
penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo
163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa &
yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal
berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum
perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan
keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W.
sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan
hidup bangsaIndonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa
merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa
yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju
hukumIndonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman
RIpada saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt )
Indonesiasebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani
oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang
tidak sesuai dapat ditinggalkan.
4. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963
Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini
MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan
kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran
tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt.
antara lain pasal berikut :
1.
Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan
perbuatan hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan
suaminya. Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua
WNI.
2.
Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar
perkawinan oleh perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak
lagi berakibat terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang
hal ini juga tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
3.
Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan
dengan akta notaris.
4.
Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang,
pemilik barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia
akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan
sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan
5. Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan
bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka Hakim, apabila
gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis. Mahkamah Agung pernah
memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugat
kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat masih
dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum
hari sidang pengadilan.
6.
Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan
bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah
atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan .
Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap
keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya
barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara
kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud.
7.
Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara
orang Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian
perburuhan
5. HUKUM PERDATA NASIONAL
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku
dan diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi
juga hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata barat adalah
hukum bekas peninggalan kolonia Belanda yang berlaku di Indonesiaberdasarkan
Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, mis. BW/KUHPdt. Hukum perdata nasional
adalah hukum perdata yang diciptakan Pemerintah Indonesia yang sah dan
berdaulat. Kriteria bahwa hukum perdata dikatakan nasional, yaitu :
a. Berasal dari hukum perdata Indonesia. Hukum perdata barat
sebagian sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila. Hukum perdata barat yang
sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila dapat dan bahkan telah diresepsi
oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu ia dapat diambil alih dan dijadikan bahan
hukum perdata nasional. Disamping Hukum perdata barat, juga hukum perdata tak
tertulis yang sudah berkembang sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai yang
dapat diikuti dan dipedomani oleh seluruh rakyat Indonesia. Dapat diambil dan
dijadikan bahan hukum perdata nasional. Untuk mengetahui hal ini tentunya
dilakuan penelitian lebih dahulu terutama melalui Yurisprudensi. Dalam
Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 Jo. Ketetapan MPR No.II/MPR/1988 tentang GBHN,
terutama pembangunan di bidang hukum antara lain dinyatakan bahwa pembinaan
hukum nasional didasarkan pada hukum yang hidup didalam masyarakat . Hukum yang
hidup dalam masyarakat dapat diartikan antara lain hukum perdata barat yang
sesuai dengan sistem nilai budaya Pancasila, hukum perdata tertulis buatan
Hakim atau yurisprudensi dan hukum adat.
b. Berdasarkan Sistem Nilai Budaya Pancasila. Hukum perdata
nasional harus didasarkan pada sistem nilai budaya Pancasila, maksudnya adalah
konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota
masyarakat. Apabila nilai yang dimaksud adalah nilai Pancasila maka sistem
nilai budaya disebut sitem nilai budaya Pancasila. Sistem nilai budaya demkian
kuat meresap dalam jiwa anggota masyarakat sehingga sukar diganti dengan nilai
budaya lain dalam waktu singkat. Sistem nilai budaya Pancasila berfungsi
sebagai sumber dan pedoman tertinggi bagi peraturan hukum & perilaku
anggota masyarakat bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat diuji benarkah
peraturan hukum perdata barat. Hukum perdata tidak tertulis, buatan hakim/yurisprudensi
& peraturan hukum adat yang akan diambil sebagai bahan hukum perdata
nasional bersumber, berpedoman, apakah sudah sesuai dengan sistem nilai budaya
Pancasila? Jika jawabnya YA benarkah peraturan hukum perdata yang diuraikan
tadi dijadikan hukum perdata nasional.
c. Produk Hukum Pembentukan Undang – Undang Indonesia. Hukum
perdata nasional harus produk hukum pembuat Undang-Undang Indonesia. Menurut
UUD 1945 pembuat Undang-Undang adalah Presiden bersama dengan DPR [pasal 5 ayat
1 UUD 1945]. Dalam GBHN-pun digariskan bahwa pembinaan & pembentukan hukum
nasional diarahkan pada bentuk tertulis. Ini dapat diartikan bahwa pembentukan
hukum perdata nasional perlu dituangkan dalam bentuk Undang-Undang bahkan
diusahakan dalam bentuk kondifikasi. Jika dalam bentuk Undang-Undang maka hukum
perdata nasional harus produk hukum pembentukan Undang-Undang Indonesia. Contoh
Undang-Undang Perkawinan No.1/1974, Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960.
d. Berlaku Untuk Semua Warga Negara Indonesia. Hukum perdata
nasional harus berlaku untuk semua Warga Negara Indonesia, tanpa terkecuali dan
tanpa memandang SARA. Warga Negara Indonesia adalah pendukung hak dan kewajiban
yang secara keseluruhan membentuk satu bangsa merdeka yaituIndonesia.
Keberlakuan hukum perdata nasional untuk semua WNI berarti menciptakan
unifikasi hukum sesuai dengan GBHN. Dan melenyapkan sifat diskriminatif sisa
politik hukum kolonia Belanda. Unifikasi hukum tertulis yang ada sekarang sudah
dikenal, diikuti dan berlaku umum dalam masyarakat.
e. Berlaku Untuk Seluruh Wilayah Indonesia. Hukum perdata
nasional harus berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia adalah
wilayah negara RI termasuk perwakilan Indonesia di luar negeri. Keberlakuan
hukum perdata nasional untuk semua WNI di seluruh wilayah Indonesia merupakan
unifikasi hukum perdata sebagai pencerminan sistem nilai budaya Pancasila
terutama nilai dalam sila ke tiga “ Persatuan Indonesia” Hal ini sesuai dengan
GBHN mengenai pembinaan hukum nasional.
SUMBER-SUMBER HUKUM PERDATA
1. Arti Sumber Hukum. Yang dimaksud dengan sumber hukum
perdata adalah asal mula hukum perdata, atau tempat dimana hukum perdata
ditemukan . Asal mula menunjukank kepada sejarah asal dan pembentukanya.
Sedangan tempat menunjukan kepada rumusan dimuat dan dapat dibaca .
2. Sumber dalam arti formal. Sumber dalam arti sejarah asal
nya hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonia Belanda yang
terhimpun dalam B.W ( KUHPdt ) . Berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 B. W (
KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang –
undang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber dalam arti pembentukannya adalah
pembentukan undang – undang berdasarkan UUD 1945. UUD 1945 ditetapkan oleh
rakyat Indonesia yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar
aturan peralihan B.W ( KUHPdt ) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti
pembentukan UUD Indonesia ikut dinyatakan berlakunya B. W ( KUHPdt ). Sumber
dalam arti asal mula disebut sumber hukum dalam arti formal.
3. Sumber dalam Arti Material. Sumber dalam arti “tempat”
adalah Lembaran Negara atau dahulu dikenal dengan istilah Staatsblad, dimana
dirumuskan ketentuan Undang-Undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum.
Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W/KUHPdt. Selain itu juga termasuk sumber dalam
arti tempat dimana hukum perdata pembentukan Hakim . Misalnya yurisprudensi MA
mengenai warisan, badan hukum, hak atas tanah. Sumber dalam arti tempat disebut
sumber dalam arti material. Sumber Hukum perdata dalam arti material umumnya
masih bekas peninggalan zaman kolonia, terutama yang terdapat di dalam
Staatsblad. Sedang yang lain sebagian besar berupa yurisprudensi MA-RI &
sebagian kecil saja dalam Lembaran Negara RI.
KODIFIKASI DAN SISTEMATIKA
1. Himpunan Undang-Undang & Kodifikasi. Bidang hukum
tertentu dapat dibuat & dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa dan dapat
pula dalam bentuk kodifikasi. Bidang hukum tertentu bidang misalkan, hukum
perdata, pidana, dagang, acara perdata, acara pidana, tata negara. Apabila
dibuat dan dihimpun dalam bentuk Undang-Undang biasa, maka Undang-Undang yang
telah diundangkan dalam lembaran negara masih memerlukan peraturan pelaksanaan
yang terpisah dalam bentuk tertentu, mis. PP, PerPres. Dengan demikian
Undang-Undang yang dibuat belum dapat dilaksanakan tanpa dibuat peraturan pelaksananya.
Undang-Undang & peraturan pelaksanaannya dapat dihimpun dalam satu bundle
peraturan perundang-undangan. Himpunan ini disebut “himpunan
peraturan-perundangan” mis. himpunan peraturan agraria, himpunan peraturan
perkawinan, himpunan peraturan. Apabila Undang-Undang dibuat dalam bentuk
kodifikasi, maka unsur-unsur yang perlu dipenuhi adalah :
q meliputi bidang hukum tertentu
q tersusun secara sistematis
q memuat materi yang lengkap
q penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Bidang hukum tertentu yang bisa dikodifikasikan & sudah
pernah terbentuk misalnya bidang hukum perdata dagang, hukum pidana, hukum
acara perdata dan acara pidana . Materi bidang hukum yang dikodifikasikan
tersusun secara sistematis artinya disusun secara berurutan, tidak tumpang tindih
dari bentuk dan pengertian umum kepada bentuk & pengertian khusus. Tidak
ada pertentangan materi antara pasal sebelumnya dan pasal berikutnya. Memuat
materi yang lengkap , artinya bidang hukum termuat semuanya. Memberikan
penyelesaian tuntas , artinya tidak lagi memerlukan peratuaran pelaksana semua
ketentuan langsung dapat diterapakan dan diikuti. Kodifikasi berasal dari kata
COPE [Perancis] artinya kitab Undang-Undang. Kodifikasi artinya penghimpunan
ketentuan bidang hukum tertentu dalam kitab Undang-Undang yang tersusun secara
sistematis, lengkap dan tuntas. Contoh kodifikasi ialah Burgelijk Wetboek,
Wetboek van Koophandel,Failissement Verordening, Wetboek van Strafecht.
2. Sistematika Kodifikasi. Sistematika artinya susunan yang
teratur secara sistematis. Sistematika kodifikasi artinya susunan yang diatur
dari suatu kodifikasi. Sistematika meliputi bentuk dan isi kodifikasi.
Sistematika kodifikasi hukum perdata meliputi bentuk dan isi. Sistematika
bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi urutan bentuk bagian terbesar
sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu :
q kitab undang – undang tersusun atas buku – buku
q tiap buku tersusun atas bab – bab
q tiap bab tersusun atas bagian – bagian
q tiap bagian tersusun atas pasal – pasal
q tiap pasal tersusun atas ayat – ayat
Sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata meliputi
kelompok materi berdasarkan sitematika fungsi. Sistematika fungsional ada 2
macam yaitu menurut pembentuk Undang-Undang & menurut ilmu pengetahuan
hukum. Sistematika isi menurut pembentukan B.W miliputi 4 kelompok materi
sebagai berikut :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai benda
III. kelompok nateri mengenai perikatan
IV. kelompok materi mengenai pembuktian
Sedangkan sistematika menurut ilmu pengetahuan hukum ada 4
yaitu :
I. kelompok materi mengenai orang
II. kelompok materi mengenai keluarga
III. kelompok materi mengenai harta kekayaan
IV. kelompok materi mengenai pewarisan
Apabila sistematika bentuk dan isi digabung maka ditemukan
bahwa KUHPdt. Terdiri dari :
I. Buku I mengenai Orang
II. Buku II mengenai Benda
III. Buku II mengenai Perikatan
IV. Buku IV mengenai Pembuktian
SISTEMATIKA KUHPdt.
Mengenai sistematika isi ada perbedaan antara sistematika
KUHPdt. Berdasarkan pembentuk Undang-Undang dan sistematika KUHPdt. Berdasarkan
ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan terjadi, karena latar belakang penyusunannya.
Penyusunan KUHPdt. didasarkan pada sistem individualisme sebagai pengaruh
revolusi Perancis. Hak milik adalah hak sentral, dan tidak dapat diganggu gugat
oleh siapapun. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin. Sedangkan
sisitematika berdasarkan ilmu pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan
siklus kehidupan manusia yang selalu melalui proses lahir-dewasa-kawin–cari
harta/nafkah hidup–mati (terjadi pewarisan ). Dengan demikian perbedaan
sistematika tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
I. Buku I KUHPdt. memuat ketentuan mengenai manusia pribadi
dan keluarga (perkawinan) sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketetuan
mengenai pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban.
II. Buku II KUHPdt. memuat ketentuan mengenai benda dan
waris. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum mengenai keluarga (perkawinan dan
segala akibatnya).
III. Buku III KUHPdt. memuat ketentuan mengenai perikatan.
Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang
meliputi benda dan perikatan.
IV. Buku IV KUHPdt. memuat ketentuan mengenai bukti dan
daluwarsa. Sedangkan ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai
pewarisan, sedangkan bukti dan daluarsa termasuk materi hukum perdata formal
(hukum acara perdata).
BERLAKUNYA HUKUM PERDATA
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan. Berlakunya
hukum perdata artinya diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan . Adapun
dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang – undang , perjanjian
yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan adalah
pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan
yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.
1. Ketentuan Undang-Undang. Berlakunya hukum perdata karena
ketentuan Undang-Undang artinya Undang-Undang menetapkan kewajiban agar hukum
dilaksanakan. Undang-Undang mengikat semua orang atau setiap orang wajib
mematuhi Undang-Undang, yang jika tidak patuhi akan disebut sebagai
pelanggaran. Berlakunya hukum perdata ada bersifat memaksa dan bersifat
sukarela. Bersifat memaksa artinya kewajiban hukum harus dilaksanakan baik
dengan berbuat atau tidak berbuat. Pelaksanan kewajiban hukum dengan berbuat
misalnya :
a. Dalam perkawinan, kewajiban untuk memenuhi syarat &
prosedur kawin supaya memperoleh hak kehidupan suami isteri;
b. Dalam mendirikan yayasan kewajiabn memenuhi syarat akta Notaris,
supaya memperoleh hak status hukum;
c. Dalam perbuatan melanggar hukum kewajiban membayar
kerugian kepada yang dirugikan.
d. Dalam jual beli kewajiban pembeli membayar harga barang
supaya memperoleh hak atas barang yang dibeli
Pelaksanaan kewajiban hukum untuk tidak berbuat misalnya :
a. Dalam perkawinan, kewajiban tidak mengawini lebih dari
seorang wanita dalam waktu yang sama supaya memperoleh predikat monogami.
b. Dalam ikatan perkawinan, kewajiban tidak bersetubuh
dengan wanita/pria yang bukan istri/suami sendiri, supaya memperoleh hak atas
status suami atau isteri yang baik, jujur, tidak menyeleweng
c. Dalam karya cipta, kewajiban untuk tidak membajak hak
cipta milik orang lain , sehingga berhak untuk bebas dari penututan.
Sukarela berarti terserah pada kehendak yang bersangkutan
apakah bersedia melaksanakan kewajiban tersebut atau tidak [tidak ada paksaan],
kewajiaban tersebut menyangkut kepentingan sendiri. Dalam pelaksanaan kewajiban
sukarela saksi hukum tidak berperan. Adapun kewajiban hukum karena adanya
hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut ditetapakan oleh undang – undang . Jadi
Undang-Undang menciptakan hubungan hukum antara para pihak. Hubungan mengandung
kewajiban dan hak yang bertimbal balik antara pihak pihak. Hubungan hukum dapat
tercipta karena adanya peristiwa hukum karena :
a. kejadian misalnya kelahiran, kematian;
b. perbuatan misalnya jual beli, sewa menyewa
c. keadaan misalnya letak rumah, batas antara dua pihak
Dalam Undang-Undang ditentukan bila terjadi kelahiran, maka
timbul hubungan hukum antara orang tua dan anak yaitu hubungan timbal balik
adanya hak dan kewajiban
2. Perjanjian antar para pihak. Hukum perdata juga berlaku
karena ditentukan oleh perjanjian. Artinya perjanjian yang dibuat oleh para
pihak menetapkan diterimanya kewajiban hukum untuk dilaksanakan oleh para
pihak. Perjanjian mengikat pihak yang membuatnya. Perjanjian harus sebagai
Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikat baik (pasal 1338 KUHPdt). Perjanjian menciptakan hubungan hukum
antara pihak–pihak yang membuatnya. Hubungan hukum mengandung kewajiban dan hak
yang bertimbal balik antara para pihak. Hubungan hukum terjadi karena peristiwa
hukum yang berupa perbuatan perjanjian misalnya, Jual beli, sewa menyewa,
hutang piutang. Ada 2 macam perjanjian yaitu :
1. Perjajian harta kekayaan yaitu perjanjian yang
menimbulkan kewajiban dan hak yang bertimbal balik mengenai harta kekayaan. Ada
2 jenis :
q perjanjian yang bersifat obligator artinya baru dalam
taraf melahirkan kewajiban dan hak;
q perjanjian yang bersifat zakelijk ( kebendaan ) artinya
dalam taraf memindahkan hak sebagai realisasi perjajian obligator.
2. Perjanjian perkawinan yaitu perjanjian yang menimbulkan
kewajiban dan hak suami isteri secara bertimbal balik dalam hubungan
perkawinan. Perjanjian terletak dalam bidang moral dan kesusilaan.
Supaya penerimaan kewajiban dan hak yang bertimbal balik
lebih mantap maka pada perjanjian tertentu pembuatannya dilakukan secara
tertulis di depan Notaris.
3. Keputusan Hakim. Hukum perdata berlaku karena ditetapkan
oleh hakim melalui putusan. Hal ini dapat terjadi karena ada perbedaan dalam
hukum perdata. Untuk menyelesaikannya dan menetapkan siapa sebenarnya
berkewajiban dan berhak menuntut hukum perdata, maka hakim karena jabatanya
memutuskan sengketa tersebut. Putusan hakim bersifat memaksa artinya jika ada
pihak yang tidak mematuhinya, hakim dapat memerintahkan pihak yang bersangkutan
supaya mematuhi dengan kesadaran sendiri. Jika masih tidak mematuhinya hakim
dapat melaksanakan putusannya dengan paksa, bila perlu dengan bantuan alat
negara.
4. Akibat Berlakunya Hukum Perdata. Sebagai akibat
berlakunya hukum perdata, yaitu adanya pelaksanaan pemenuhan [prestasi] dan
realisasi kewajiban hukum perdata. Ada 3 kemungkinan hasilnya yaitu [1]
tercapainya tujuan apabila kedua belah pihak memenuhi kewajiban dan hak timbal
balik secara penuh [2] tidak tercapai tujuan, apabila salah satu pihak tidak
memenuhi kewajiban [3] terjadi keadaan yang bukan tujuan yaitu kerugian akibat
perbuatan melanggar hukum. Apabila kedua belah pihak tidak memenuhi kewajiban
hukum yang telah ditetapkan dalam perjanjian tidak akan menimbulkan kewajiban.
Sebab kewajiban hukum pada hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk
dilaksanakan. Jadi belum dilaksanakan kedua belah pihak . Tetapi apabila salah
satu pihak telah melaksanakan kewajiban hukum sedang pihak lainnya belum/tidak
melaksanakan kewajiban hukum barulah ada masalah wanprestasi yang mengakibatkan
tujuan tidak tercapai, sehingga menimbulkan sanksi hukum.
3.
Pengertian & Keadaan Hukum
Di Indonesia
PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur
hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua
Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Untuk hukum privat materiil ini ada juga yang menggunakan
dengan perkataan hukum sipil, tetapi oleh Karena perkataan sipiil juga
digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum
Perdata saja, untuk segenap peraturan hukum Privat materiil ( Hukum Perdata
Materiil ).
Dan pengertian dari Hukum Perdata ialah hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseorangan di dalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di
dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan seseuatu pihak secara
timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat
tertentu.
Disamping hukum privat materiil, juga dikenal Hukum Perdata
Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP ( Hukum Acara Perdata )
atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang
mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan
perdata.
Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini
digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia.
Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat
kita katakana masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari
keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. factor ethnis disebabkan keaneka ragaman hukum adat
bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari beberapa suku
bangsa.
2. factor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada
pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
• golongan eropa dan yang dipersamakan.
• Golongan bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli )
dan yang dipersamakan.
• Golongan timur asing ( bangsa cina, India, arab ).
Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang
diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S.
diatas .
Adapun hukum yang diperlakukan bagi masing-masing golongan
yaitu :
• Bagi golongan eropa dan yang dipersamakan berlaku huku
perdata dan hukum dagang barat yang diselenggarakan dengan hukum perdata dan
hukum dagang di negara belanda berdasarkan azas konkordinasi.
• Bagi golongan bumi putera dan yang dipersamakan berlaku hukum
adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat,
dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup
dalam tindakan-tindakan rakyat.
• Bagi golongan timur asing berlaku hukum masing-masing ,
dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timur asing diperbolehkan untuk
menundukan diri kepada hukum eropa barat baik secara keseluruhan maupun untuk
macam tindakan hukum tertentu saja.
Peraturan – peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa
Indonesia seperti :
• Ordonansi perkawinan bangsa Indonesia Kristen ( staatsblad
1933 bno 7.4 ).
• Organisasi tentang maskapai andil Indonesia ( IMA )
Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717.
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua
golongan warga Negara , yaitu :
• Undang-undang hak pengarang ( auteurswet tahun 1912 ).
• Peraturan umum tentang koperasi ( saatsblad 1933 no 108 ).
• Ordonansi woeker ( saatsblad 1938 no 523 ).
• Ordonansi tentang pengangkutan di udara ( staatsblad 1938
no 98 ).
sumber:http://dedefadhillah.blogspot.com/2012/03/hukum-perdata-pengertian-dan-keadaan.html
4. Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI INDONESIA
4. Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Sistem hukum perdata di Indonesia bersifat pluralism
(beraneka ragam). Keanekaragaman ini sudah berlangsung sejak jaman penjajahan
Belanda. Hal ini disebabkan adanya Pasal 163 IS dan Pasal 131 IS.
Pada pasal 163 IS disebutkan bahwa golongan penduduk di
Indonesia dibagi 3, yaitu:
Golongan eropa
Golongan timur asing
Golongan bumi putera
Pasal 131 IS megatur mengenai hukum yang berlaku bagi
golongan penduduk tersebut.
Untuk golongan eropa berlaku hukum perdata eropa (BW)
Untuk golongan timur asing tionghoa berlaku seluruh hukum
perdata eropa dengan beberapa pengecualian dan tambahan. Untuk golongan timur
asing bukan tionghoa berlaku hukum perdata eropa dan hukum adatnya
masing-masing
Untuk golongan bumi putera berlaku hukum adatnya
masing-masing, kecuali yang mengadakan penundukan secara sukarela berdasarkan
S. 1917 No. 12, yaitu:
a. Tunduk pada seluruh hukum perdata eropah
b. Tunduk pada sebagian hukum perdata eropa
c. Tunduk pada perbuatan tertentu
d. Tunduk secara diam-diam
Hukum Perdata/BW mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1
mei 1848 dengan berlakunya asas konkordansi/asas persamaan.
Sistematika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa bagian,
dalam beberapa bagian Buku, yaitu:
Buku 1, Tentang Orang
Buku 2, Tentang Benda
Buku 3, tentang Perikatan
Buku 4, Tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa.
Menurut beberapa ahli hukum sistimatika ini salah, karena
masih banyak
kelemahan didalamnya. Kelemahan sistimatika hukum perdata
ini adalah ;
Pada Buku 2, ternyata mengatur (juga) tentang hukum waris.
Menurut penyusun KUHPer, hukum waris dimasukkan KUHPer karena waris merupakan
cara memperoleh hak milik. Ini menimbulkan Tindakan Kepemilikan : Segala
tindakan atas sesuatu karena adanya hak milik (Menggunakan, Membuang, Menjual, Menyimpan,
Sewakan, dll).
Pada Buku 4, tentang Pembuktian dan Daluwarsa, KUHPer (juga)
mengatur tentang Hukum Formil. Mestinya KUHPer merupakan Hukum Materiil,
sedangkan Hk. Formil nya adalah Hukum Acara Perdata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar