Rabu, 03 April 2013

BAB II Subyek dan Obyek Hukum



1.      Subyek Hukum 
           Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.


1. Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang “tidak cakap” hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:

1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.

2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.

2. Badan Hukum (recht persoon) Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status “persoon” oleh hukum sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum

Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).

Yang membedakan keduanya adalah bahwa manusia Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu;n Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUH Perdata) disebut juga Teori Fiksi, namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun atau sudah kawin), sedangkan orang –orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah ; orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata). Namun ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata telah dihapus sebagian, yang berkaitan dengan wanita sebagai subyek hukum, oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung. Sehingga wanita dewasa pun sekarang dianggap sebagai subyek hukum juga.

Sedangkan pada badan hukum, tidak serta merta memperoleh status sebagai subyek hukum, namun melalui proses pendaftaran hingga pengesahan.

Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Salim HS, SH, Ms; bahwa teori yang paling berpengaruh dalam hukum positif berkaitan keberadaan Badan Hukum sebagai Subyek Hukum adalah Teori Konsensi dimana beliau bahwa berpendapat badan hukum dalam negara tidak dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan) kecuali di perkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri.

Kalimat “diperkenankan” diartikan sebagai pengesahan oleh Negara melalui Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) dan Pengadilan Negeri.

Berdasarkan teori fiksi (Pasal 2 KUHPerdata), bahwa setiap bayi yang belum dilahirkan telah memiliki hak. Artinya bahwa seluruh manusia pada prinsipnya telah menjadi subyek hukum, namun yang kemudian dikecualikan oleh UU adalah yang dianggap tidak cakap / tidak mampu. Sehingga yang membedakan antara subyek hukum yang cakap dan subyek hukum yang tdk cakap adalah berkaitan dengan pemenuhan tanggung jawab. Bahwa subyek hukum yang tidak cakap tdk dpt dikenakan tanggung jawab secara langsung namun melalui pengampu atau curatele nya.

Manusia sebagai Subyek Hukum, berakhir sebagai Subyek Hukum apabila:

1. Telah meninggal dunia
2. Telah dinyatakan oleh UU bahwa tidak mampu bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata

Subyek Hukum yang berbentuk Badan Hukum, berakhir apabila:

1. Membubarkan dirinya; atau
2. Telah dinyatakan berakhir dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht)

Yang perlu ditegaskan pertama kali adalah bahwa jangan sampai pemahaman perikatan bercampur aduk dengan pemahaman perjanjanjian.
Pengertian perikatan (verbintenis) memiliki pengertian yang lebih luas daripada pengertian perjanjian (overeenkomst). Perikatan adalah sebagai suatu hubungan hukum yang melekatkan hak dan kewajiban diantara para pihaknya, yang lahir baik karena adanya suatu persetujuan (Pasal 1338 KUHPerdata) maupun karena undang-undang (Pasal 1352 KUHPerdata).
Sehingga “perikatan” lebih bersifat abstrak, sedangkan perjanjian bersifat “nyata”. Karena perikatan hanya merupakan bentuk dari suatu hubungan hukum antara para pihak.

Sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 1353 KUH Perdata menjelaskan sebagai berikut:
“Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang karena perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum”.
Sehingga untuk perbuatan melanggar hukum tersebut maka dapat dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPer yang menjelaskan sebagai:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang lain karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Contoh: Si A sedang memarkirkan kendaraannya di sebuah parkiran di suatu Mall, karena si A parkir mundur dan kurang hati-hati, Si A menyenggol mobil Si B yang telah parkir terlebih dahulu.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, Si B dapat menuntut Si A untuk memberikan ganti rugi pada Si B, atas kerugian yang diderita oleh Si B yang dikarenakan perbuatan Si A.

Sumber perikatan terdiri dari dua jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Perikatan yang bersumber dari Persetujuan para pihak, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut:
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

b. Perikatan yang bersumber dari Undang-undang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1352 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut:
“perikatan itu dapat timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang karena perbuatan orang”.
Dan ditegaskan pula di dalam Pasal 1353 KUH Perdata menjelaskan sebagai berikut:
“Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang karena perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum”.
Sehingga perikatan dapat saja timbul karena perbuatannya yang bersumber dari UU atau karena perbuatannya yang melanggar UU (Perbuatan Melawan Hukum)

Sebelum membahas lebih jauh, maka suatu perjanjian harus dinyatakan terlebih dahulu apakah perjanjian tersebut sah atau tidak.
Maka untuk perjanjian dapat dinyatakan sah, apabila dipenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu Perikatan
3. Suatu hal tertenu
4. Suatu sebab yang halal

Bila kemudian, unsur-unsur terpenuhi, maka dpt diberlakukan Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa setiap persetujuan (perjanjian) berlaku bagi UU yang membuatnya. Bila kemudian perbuatan melanggar perjanjian tersebut menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil, maka dapat menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata untuk menuntut ganti kerugian.

Maka berdasarkan Pasal 1238 KUHPerdata, dapat mengajukan ke Pengadilan Negeri yang berwenang untuk menerbitkan Surat Perintah atau Penetapan Pengadilan, agar yang melanggar suatu perjanjian melakukan pemenuhan prestasinya atau kewajibannya.
http://visimediapustaka.com/tj-hukum/mengenal-subyek-hukum.html

Perbedaan badan usaha yang berbadan hukum dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum

Bahwa tidak semua badan usaha merupakan suatu badan hukum, disini kami akan sedikit memberikan penjelasan secara singkat mengenai perbedaan antara badan usaha yang telah berbadan hukum dengan badan usaha yang tidak berbadan hukum, sebagai berikut:

Badan Usaha Yang Berbadan Hukum :

Subjek hukumnya adalah badan usaha itu sendiri ,karena ia telah menjadi badann hukum yang juga termasuk subyek hukum di samping manusia.

Harta kekayaan perusahaan terpisah dari harta kekayaan pribadi para pengurus/anggotanya.Akibatnya kalau perusahaannya pailit, yang terkena sita hanyalah harta perusahaan saja (harta pribadi pengurus /anggotanya tetap bebas dari sitaan)

Badan usaha yang termasuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Koperasi, Perum, Perjan, Persero dan Yayasan.

Badan Usaha Yang Bukan Badan Hukum :

Subjek hukumnya adalah orang-orang yang menjadi pengurusnya, jadi bukan badan hukum itu sendiri karena ia bukanlah hukum sehingga tidak dapat menjadi subjek hukum.

Harta perusahan bersatu dengan harta pribadi para pengurus/anggotanya. Akibatnya kalau perusahaannya pailit, maka harta pengurus/anggotanya ikut tersita juga.

Badan usaha yang bukan badan hukum adalah Firma, CV

Kewenangan menuntut dan dituntut

Pada perusahaan bukan badan hukum, yang bertindak sebagai subjek hukum adalah orang-orangnya dan bukan perkumpulannya sehingga yang dituntut adalah orang-orangnya oleh pihak ketiga.

Pada perusahaan berbadan hukum, yang bertindak sebagai subjek hukum adalahperkumpulannya artinya pihak ketiga dapat menuntut perkumpulannya namun pihak ketiga tidak bisa menuntut masing-masing orangnya.

Harta kekayaan

Harta kekayaan dalam perusahaan yang berbadan hukum adalah terpisah, artinya dipisahkan dari kekayaan anggotanya. Sehingga bila terjadi kerugian/penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi/pelunasan utang hanya sebatas pada kekayaan perusahaan.

Harta kekayaan dalam perusahaan yang tidak berbadan hukum adalah dicampur, artinya bila terjadi kerugian/penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi /pelunasan utang maka harta kekayaan pribadi dapat menjadi jaminannya. Dengan kata lain, pertanggung jawabannya pribadi untuk keseluruhan.

Badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan hukum untuk mencapai suatu tujuan. Beberapa pertanyaan yang mungkin terjadi:

Siapa yang mewakili badan hukum?
Karena badan hukum itu tidak berjiwa maka untuk melakukan perbuatan hukum membutuhkan bantuan manusia biasa (sebagai wakil) dengan berdasar pada perjanjian (bukan undang-undang) dan hal ini biasanya tercantum dalam AD/ART.

Siapa yang dimaksud dengan manusia biasa? Manusia biasa adalah manusia yang cakap secara hukum sehingga dia dapat bertindak sebagai organ dari badan hukum yang bersangkutan atau dengan kata lain sebagai pengurus (Pasal 1655 BW). Manusia yang cakap secara hukum, yaitu:

Orang dewasa (masing-masing aturan berbeda-beda).

Sehat akal pikirnya (tidak ditaruh di bawah pengampuan).

Tidak dilarang undang-undang.

Bagaimana dengan batas kewenangannya? Manusia biasa kewenangannya dibatasi dengan undang-undang dan AD/ART.

Bagaimana tanggung jawab organ dalam kapasitas sebagai wakil dari badan hukum tersebut apabila terjadi perselisihan?

Bila organ tersebut melakukan perbuatan hukum dan melanggar batas kewenangan serta berakibat merugikan pihak lain maka yang ber-tanggung jawab adalah pribadi organ tersebut.

Bila organ tersebut melakukan perbuatan hukum dan melanggar batas kewenangan serta berakibat merugikan pihak lain namun di sisi lain menguntungkan badan hukumnya atau organ yang lebih tinggi menyetujuinya (Pasal 1656 BW), maka yang harus bertanggung jawab adalah badan hukum yang bersangkutan.


sumber:http://bahesti.wordpress.com/2012/05/02/tugas-bab-2-subjek-hukum/


2.      Obyek Hukum 

Adapun jenis obyek hukum, antara lain :
Berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni
·       Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Adalah suatu benda yang sifatnya dapat diraba, dilihat, dan yang dapat dirasakan melalui panca indra, benda yang dimaksud dengan benda yang bersifat kebendaan yaitu yang terdiri dari benda berubah/berwujud. Dimana yang termaksud dengan benda yang berubah dan berwujud, yakni :
a) Benda bergerak atau tidak tetap, yaitu berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak    dihabiskan. Benda bergerak /tidak tetap ini dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu :
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri. Contohnya : Hewan Ternak.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
b) Benda yang tidak bergerak
    Benda yang tidak bergerak ini dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :

1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.

2. Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.

3. Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.

4. Pembebanan (Bezwaring)      
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

·       Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan)
Benda tidak bergerak
Pengertian benda tidak bergerak adalah Penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
-  Benda tidak bergerak karena sifatnya,
Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal
dengan benda tetap.
-  Benda tidak bergerak karena tujuannya,
Tujuan pemakaiannya :
Segala apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama
Contoh : mesin – mesin dalam suatu pabrik
-  Benda tidak bergerak karena ketentuan UU,
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak.
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.

Badan hukum (rechts persoon) dibedakan dalam dua bentuk :
1.      Badan hukum public (public rechts persoon)
Adalah badan hukum yang didirakan berdasarkan hukum public, yang menyangkut kepentingan public, orang banyak dan Negara umumnya.
Contoh : eksekutif, pemerintahan.
2.      Badan hukum privat (privat rechts persoon)
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.
Contoh : PT, Koperasi, yayasan, dan badan amal.





3.      Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan) 

Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
 Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
 Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
 Macam-macam Pelunasan Hutang
 Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
 Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.

Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.

Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.

Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :

Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
Jaminan Khusus

Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

Gadai

Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.

Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.

Sifat-sifat Gadai yakni :

Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar hutangnya kembali.
Adanya sifat kebendaan.
Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.

Hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak selama gadai berlangsung :

Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop).
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.

Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai .
Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga).
Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Hipotik

Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).

Sifat-sifat hipotik yakni :

Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.
Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .
Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
Obyeknya benda-benda tetap.
Obyek hipotik yakni :

Sebelum dikeluarkan undang-undang No.4 tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya undang-undang HT maka obyek hipotik hanya meliputi hal berikut :

Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509 KUH perdata, pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya adalah benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan pasal 510 KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.
Namun undang-undang No.21 tahun 1992 tentang pelayaran menyatakan kapal merupakan kendaraan air dari jenis apapun kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah air, alat apung dan bangunan air tetap dan terapung, sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur bahwa kapal laut yang bermuatan minimal 20m³ isi kotor dapat di bukukan di dalam suatu register kapal-kapal menurut ketentuan-ketentuan yang akan di tetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.

kapal terbang dan helikopter berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.
Hak Tanggungan

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.

Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang kuat dengan ciri sebagai berikut :

Kreditur yang diutamakan (droit de preference) terhadap kreditur lainya .
Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de suite).
Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat khusus seperti berikut :
Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh undang-undang.
Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum (bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997 tentang pendaftaran.
Obyek hak tanggungan yakni :

Hak milik (HM).
Hak guna usaha ( HGU).
Rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS).
Hak pakai atas tanah negara.
Obyek hak tanggungan tersebut terdapat dalam pasal 4 undang-undang no 4 tahun 1996.

Fidusia

Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.

Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).

Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.

Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.

Sifat jaminan fidusia yakni :

Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang dijamun dengan Fidusia hapus.

Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik.

Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain :

Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak gadai.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.

Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.

Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena hal sebagai berikut :

Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor.
Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar