1.
Subyek Hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
1. Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap
seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami.
Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia
dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia.
Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek
hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada
beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang “tidak
cakap” hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus
diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum
menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang
sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2. Badan Hukum (recht persoon) Badan hukum adalah suatu
badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status “persoon” oleh hukum
sehingga mempunyai hak dann kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan
hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai
kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan
hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat
melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum
dimungkinkan dapat dibubarkan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum.
Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum
Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda,
ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).
Yang membedakan keduanya adalah bahwa manusia Pengertian
secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek
hukum yaitu;n Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua,
kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk
menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan
(Pasal 2 KUH Perdata) disebut juga Teori Fiksi, namun tidak semua manusia
mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang yang
dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21
tahun atau sudah kawin), sedangkan orang orang yang
tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah ; orang yang belum dewasa, orang
yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal
1330 KUH Perdata). Namun ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata telah dihapus
sebagian, yang berkaitan dengan wanita sebagai subyek hukum, oleh Yurisprudensi
Mahkamah Agung. Sehingga wanita dewasa pun sekarang dianggap sebagai subyek
hukum juga.
Sedangkan pada badan hukum, tidak serta merta memperoleh
status sebagai subyek hukum, namun melalui proses pendaftaran hingga
pengesahan.
Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Salim HS, SH, Ms;
bahwa teori yang paling berpengaruh dalam hukum positif berkaitan keberadaan
Badan Hukum sebagai Subyek Hukum adalah Teori Konsensi dimana beliau bahwa
berpendapat badan hukum dalam negara tidak dapat memiliki kepribadian hukum
(hak dan kewajiban dan harta kekayaan) kecuali di perkenankan oleh hukum dalam
hal ini berarti negara sendiri.
Kalimat “diperkenankan” diartikan sebagai pengesahan oleh
Negara melalui Departeman Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) dan
Pengadilan Negeri.
Berdasarkan teori fiksi (Pasal 2 KUHPerdata), bahwa setiap
bayi yang belum dilahirkan telah memiliki hak. Artinya bahwa seluruh manusia
pada prinsipnya telah menjadi subyek hukum, namun yang kemudian dikecualikan
oleh UU adalah yang dianggap tidak cakap / tidak mampu. Sehingga yang
membedakan antara subyek hukum yang cakap dan subyek hukum yang tdk cakap
adalah berkaitan dengan pemenuhan tanggung jawab. Bahwa subyek hukum yang tidak
cakap tdk dpt dikenakan tanggung jawab secara langsung namun melalui pengampu
atau curatele nya.
Manusia sebagai Subyek Hukum, berakhir sebagai Subyek Hukum
apabila:
1. Telah meninggal dunia
2. Telah dinyatakan oleh UU bahwa tidak mampu bertanggung
jawab baik secara pidana maupun perdata
Subyek Hukum yang berbentuk Badan Hukum, berakhir apabila:
1. Membubarkan dirinya; atau
2. Telah dinyatakan berakhir dalam putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (inkracht)
Yang perlu ditegaskan pertama kali adalah bahwa jangan
sampai pemahaman perikatan bercampur aduk dengan pemahaman perjanjanjian.
Pengertian perikatan (verbintenis) memiliki pengertian yang
lebih luas daripada pengertian perjanjian (overeenkomst). Perikatan adalah
sebagai suatu hubungan hukum yang melekatkan hak dan kewajiban diantara para
pihaknya, yang lahir baik karena adanya suatu persetujuan (Pasal 1338
KUHPerdata) maupun karena undang-undang (Pasal 1352 KUHPerdata).
Sehingga “perikatan” lebih bersifat abstrak, sedangkan
perjanjian bersifat “nyata”. Karena perikatan hanya merupakan bentuk dari suatu
hubungan hukum antara para pihak.
Sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 1353 KUH Perdata
menjelaskan sebagai berikut:
“Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang karena
perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan
melanggar hukum”.
Sehingga untuk perbuatan melanggar hukum tersebut maka dapat
dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPer yang menjelaskan sebagai:
Tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian pada orang lain karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.
Contoh: Si A sedang memarkirkan kendaraannya di sebuah
parkiran di suatu Mall, karena si A parkir mundur dan kurang hati-hati, Si A
menyenggol mobil Si B yang telah parkir terlebih dahulu.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, Si B dapat
menuntut Si A untuk memberikan ganti rugi pada Si B, atas kerugian yang
diderita oleh Si B yang dikarenakan perbuatan Si A.
Sumber perikatan terdiri dari dua jenis, yaitu sebagai
berikut:
a. Perikatan yang bersumber dari Persetujuan para pihak,
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan sebagai
berikut:
Semua persetujuan yang dibuat
sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
b. Perikatan yang bersumber dari Undang-undang, sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1352 KUH Perdata, yang menyatakan sebagai berikut:
“perikatan itu dapat timbul dari undang-undang saja atau
dari undang-undang karena perbuatan orang”.
Dan ditegaskan pula di dalam Pasal 1353 KUH Perdata
menjelaskan sebagai berikut:
“Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang karena
perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan
melanggar hukum”.
Sehingga perikatan dapat saja timbul karena perbuatannya
yang bersumber dari UU atau karena perbuatannya yang melanggar UU (Perbuatan
Melawan Hukum)
Sebelum membahas lebih jauh, maka suatu perjanjian harus
dinyatakan terlebih dahulu apakah perjanjian tersebut sah atau tidak.
Maka untuk perjanjian dapat dinyatakan sah, apabila dipenuhi
unsur-unsur sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu Perikatan
3. Suatu hal tertenu
4. Suatu sebab yang halal
Bila kemudian, unsur-unsur terpenuhi, maka dpt diberlakukan
Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa setiap persetujuan (perjanjian)
berlaku bagi UU yang membuatnya. Bila kemudian perbuatan melanggar perjanjian
tersebut menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil, maka dapat
menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata untuk menuntut ganti kerugian.
Maka berdasarkan Pasal 1238 KUHPerdata, dapat mengajukan ke
Pengadilan Negeri yang berwenang untuk menerbitkan Surat Perintah atau
Penetapan Pengadilan, agar yang melanggar suatu perjanjian melakukan pemenuhan
prestasinya atau kewajibannya.
http://visimediapustaka.com/tj-hukum/mengenal-subyek-hukum.html
Perbedaan badan usaha yang berbadan hukum dengan badan usaha
yang tidak berbadan hukum
Bahwa tidak semua badan usaha merupakan suatu badan hukum,
disini kami akan sedikit memberikan penjelasan secara singkat mengenai
perbedaan antara badan usaha yang telah berbadan hukum dengan badan usaha yang
tidak berbadan hukum, sebagai berikut:
Badan Usaha Yang Berbadan Hukum :
Subjek hukumnya adalah badan usaha itu sendiri ,karena ia
telah menjadi badann hukum yang juga termasuk subyek hukum di samping manusia.
Harta kekayaan perusahaan terpisah dari harta kekayaan
pribadi para pengurus/anggotanya.Akibatnya kalau perusahaannya pailit, yang
terkena sita hanyalah harta perusahaan saja (harta pribadi pengurus /anggotanya
tetap bebas dari sitaan)
Badan usaha yang termasuk badan hukum yaitu Perseroan
Terbatas, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Koperasi, Perum, Perjan,
Persero dan Yayasan.
Badan Usaha Yang Bukan Badan Hukum :
Subjek hukumnya adalah orang-orang yang menjadi pengurusnya,
jadi bukan badan hukum itu sendiri karena ia bukanlah hukum sehingga tidak
dapat menjadi subjek hukum.
Harta perusahan bersatu dengan harta pribadi para
pengurus/anggotanya. Akibatnya kalau perusahaannya pailit, maka harta
pengurus/anggotanya ikut tersita juga.
Badan usaha yang bukan badan hukum adalah Firma, CV
Kewenangan menuntut dan dituntut
Pada perusahaan bukan badan hukum, yang bertindak sebagai
subjek hukum adalah orang-orangnya dan bukan perkumpulannya sehingga yang
dituntut adalah orang-orangnya oleh pihak ketiga.
Pada perusahaan berbadan hukum, yang bertindak sebagai
subjek hukum adalahperkumpulannya artinya pihak ketiga dapat menuntut
perkumpulannya namun pihak ketiga tidak bisa menuntut masing-masing orangnya.
Harta kekayaan
Harta kekayaan dalam perusahaan yang berbadan hukum adalah
terpisah, artinya dipisahkan dari kekayaan anggotanya. Sehingga bila terjadi
kerugian/penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi/pelunasan utang hanya
sebatas pada kekayaan perusahaan.
Harta kekayaan dalam perusahaan yang tidak berbadan hukum
adalah dicampur, artinya bila terjadi kerugian/penuntutan yang berujung
pembayaran ganti rugi /pelunasan utang maka harta kekayaan pribadi dapat
menjadi jaminannya. Dengan kata lain, pertanggung jawabannya pribadi untuk
keseluruhan.
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat melakukan perbuatan
hukum untuk mencapai suatu tujuan. Beberapa pertanyaan yang mungkin terjadi:
Siapa yang mewakili badan hukum?
Karena badan hukum itu tidak berjiwa maka untuk melakukan
perbuatan hukum membutuhkan bantuan manusia biasa (sebagai wakil) dengan
berdasar pada perjanjian (bukan undang-undang) dan hal ini biasanya tercantum
dalam AD/ART.
Siapa yang dimaksud dengan manusia biasa? Manusia biasa
adalah manusia yang cakap secara hukum sehingga dia dapat bertindak sebagai
organ dari badan hukum yang bersangkutan atau dengan kata lain sebagai pengurus
(Pasal 1655 BW). Manusia yang cakap secara hukum, yaitu:
Orang dewasa (masing-masing aturan berbeda-beda).
Sehat akal pikirnya (tidak ditaruh di bawah pengampuan).
Tidak dilarang undang-undang.
Bagaimana dengan batas kewenangannya? Manusia biasa
kewenangannya dibatasi dengan undang-undang dan AD/ART.
Bagaimana tanggung jawab organ dalam kapasitas sebagai wakil
dari badan hukum tersebut apabila terjadi perselisihan?
Bila organ tersebut melakukan perbuatan hukum dan melanggar
batas kewenangan serta berakibat merugikan pihak lain maka yang ber-tanggung
jawab adalah pribadi organ tersebut.
Bila organ tersebut melakukan perbuatan hukum dan melanggar
batas kewenangan serta berakibat merugikan pihak lain namun di sisi lain
menguntungkan badan hukumnya atau organ yang lebih tinggi menyetujuinya (Pasal
1656 BW), maka yang harus bertanggung jawab adalah badan hukum yang
bersangkutan.
sumber:http://bahesti.wordpress.com/2012/05/02/tugas-bab-2-subjek-hukum/
2.
Obyek Hukum
Adapun jenis obyek hukum, antara lain :
Berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda
dapat dibagi menjadi 2, yakni
· Benda yang
bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Adalah suatu benda yang sifatnya dapat diraba, dilihat, dan
yang dapat dirasakan melalui panca indra, benda yang dimaksud dengan benda yang
bersifat kebendaan yaitu yang terdiri dari benda berubah/berwujud. Dimana yang
termaksud dengan benda yang berubah dan berwujud, yakni :
a) Benda bergerak atau tidak tetap, yaitu berupa benda yang
dapat dihabiskan dan benda yang tidak
dihabiskan. Benda bergerak /tidak tetap ini dibedakan menjadi beberapa
bagian, yaitu :
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH
Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang
dapat berpindah sendiri. Contohnya : Hewan Ternak.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal
511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil
(Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda
bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
b) Benda yang tidak bergerak
Benda yang tidak
bergerak ini dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut :
Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala
sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan
patung.
Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat
yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh
pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini
berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut
hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak
dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak
bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku
azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang
bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang
tidak bergerak tidak demikian halnya.
2. Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat
dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan,
sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3. Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak
mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas
benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal
adanya daluwarsa.
4. Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak
dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan
hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah
digunakan fidusia.
· Benda yang
bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan)
Benda tidak bergerak
Pengertian benda tidak bergerak adalah Penyerahan benda
tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk
menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain
dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
- Benda tidak
bergerak karena sifatnya,
Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain
atau biasa dikenal
dengan benda tetap.
- Benda tidak
bergerak karena tujuannya,
Tujuan pemakaiannya :
Segala apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh
digabungkan dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu
untuk waktu yang agak lama
Contoh : mesin – mesin dalam suatu pabrik
- Benda tidak
bergerak karena ketentuan UU,
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak
bergerak.
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen)
adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat)
dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk
perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
Badan hukum (rechts persoon) dibedakan dalam dua bentuk :
1. Badan hukum
public (public rechts persoon)
Adalah badan hukum yang didirakan berdasarkan hukum public,
yang menyangkut kepentingan public, orang banyak dan Negara umumnya.
Contoh : eksekutif, pemerintahan.
2. Badan hukum
privat (privat rechts persoon)
Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil
atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum
itu.
Contoh : PT, Koperasi, yayasan, dan badan amal.
3.
Hak Kebendaan yang Bersifat
Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak
Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak
jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan
kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika
debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal
1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala
kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang
tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan
debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan
hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para
berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan
umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan
uang).
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak
lain.
Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus
pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan
fidusia.
Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah
hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya
oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur
lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di
keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.
Sifat-sifat Gadai yakni :
Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud.
Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari
perjanjian pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu
lalai membayar hutangnya kembali.
Adanya sifat kebendaan.
Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar
dari kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai
kepada pemegang gadai.
Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak
gadai tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh
karena itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya.
Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya
bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak yang tidak
berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni
berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan
order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.
Hak pemegang gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak
selama gadai berlangsung :
Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan
atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop).
Hasil penjualan diambil sebagian untuk pelunasan hutang
debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut
harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan
berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa
biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda gadai .
Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai (hak
retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah hutang dan bunga).
Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan)
dari kreditur-kreditur yang lain.
Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika
debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual menurut cara yang di
tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta bunga.
Atas izin hakim tetap menguasai benda gadai.
Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak
kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya
bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Sifat-sifat hipotik yakni :
Bersifat accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.
Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak
hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda
tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .
Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit
de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
Obyeknya benda-benda tetap.
Obyek hipotik yakni :
Sebelum dikeluarkan undang-undang No.4 tahun1996 hipotik
berlaku untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan
undang-undang No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan
berlakunya undang-undang HT maka obyek hipotik hanya meliputi hal berikut :
Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509
KUH perdata, pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992
tentang pelayaran sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut
sifatnya adalah benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan
berdasarkan pasal 510 KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang,
gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri
terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.
Namun undang-undang No.21 tahun 1992 tentang pelayaran
menyatakan kapal merupakan kendaraan air dari jenis apapun kendaraan yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah air, alat apung dan bangunan air
tetap dan terapung, sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur bahwa kapal
laut yang bermuatan minimal 20m³ isi kotor dapat di bukukan di dalam suatu
register kapal-kapal menurut ketentuan-ketentuan yang akan di tetapkan dalam
suatu undang-undang tersendiri.
kapal terbang dan helikopter berdasarkan undang-undang No.
15 tahun 1992 tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat
udara adalah benda tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan
helikopter dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di
Indonesia.
Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan
(UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut
benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk
pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu
yang kuat dengan ciri sebagai berikut :
Kreditur yang diutamakan (droit de preference) terhadap
kreditur lainya .
Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan
siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum dilunasi (droit de
suite).
Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas sehingga dapat
mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Benda yang akan
dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi syarat-syarat
khusus seperti berikut :
Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan
uang).
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak
lain.
Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh
undang-undang.
Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum
(bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997 tentang
pendaftaran.
Obyek hak tanggungan yakni :
Hak milik (HM).
Hak guna usaha ( HGU).
Rumah susun berikut tanah hak bersama serta hak milik atas
satuan rumah susun (HM SRS).
Hak pakai atas tanah negara.
Obyek hak tanggungan tersebut terdapat dalam pasal 4
undang-undang no 4 tahun 1996.
Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare
Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor antara
debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau
benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor sebagai
peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya.
Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum possesorim yang
artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut tetap pada orang
yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi fidusia
(kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan. Namun, dengan
di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia maka
penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor
secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan,
sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.
Sifat jaminan fidusia yakni :
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia merupakan
perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk memberikan
sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sehingga
akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok yang
dijamun dengan Fidusia hapus.
Obyek jaminan fidusia yakni benda. Benda adalah segala
sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar,
bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan atau hipotik.
Benda tidak bergerak harus memenuhi persyaratan antara lain
:
Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak
tanggungan.
Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik,
untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak
gadai.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian yang harus dibuat
dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia yang lahir pada
tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti kredutor sebagai
pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia yang dikeluarkan
oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan fidusia hapus karena
hal sebagai berikut :
Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor.
Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar